Mempertahankan
Indonesia
Sebagai sebuah negara modern, Indonesia “baru” ada sejak 72
tahun silam. Sebelum Proklamasi, imaji Indonesia masih abstrak dan mengawang. Sebelum
abad ke-20 yang ditandai dengan demam pergerakan nasional, yang ada, secara
sosiohistoris, hanyalah negara-negara tradisional, yang sebagian terkoyak oleh
kolonialisasi Belanda, sementara sisanya masih merdeka sebagai bangsa-bangsa
dalam bentuk yang paling kuno di hutan rimba pedalaman.
Archipelago ini—yang disebut “Nusantara” atau “Dwipantara”
oleh pujangga-pujangga Jawa kuno dulu—tak pernah dipersatukan oleh sebuah
kekuasaan tunggal seperti Jepang atau Cina di masa pra-modern. Pernah suatu
masa kepulauan ini (termasuk di dalamnya Semenanjung Malaya) dikuasai Majapahit
yang ingin menguasai jalur perdagangan rempah-rempah, namun tak langgeng. Tak
ada faktor x yang bisa mempersatukan negeri-negeri kepulauan di “Bawah Angin”
itu di bawah naungan sebuah imperium raksasa. Bahasa, agama, aksara, agama, dan
mentalitas masing-masing penduduk yang cenderung berlainan, menjadikan mereka
secara politis memilih hidup masing-masing sesuai pandangan hidup leluhurnya.
Yang terjalin secara alamiah hanyalah keakraban ekonomis. Dari gunung turun ke
laut. Dari hulu mengalir ke hilir. Dan sebaliknya. Masing-masing punya mitos,
legenda, dan sejarah sendiri—walau kadang saling bertautan dan punya kemiripan.
sumber foto: collectie tropen museum |