Laman

Sabtu, 07 September 2019


MEMAHAMI PAPUA MELALUI MITOLOGI MEREKA


Papua kembali bergejolak. Isu “Papua Merdeka” menyeruak kuat lagi. Dan bangsa ini kerap gagal memahami mereka. Yang paling banter pemerintah lakukan hanya mengawasi mereka dengan penuh curiga, mengantisipasi kemungkinan “pemberontakan”, mengekspolitasi sumber daya alam mereka, dan fokus pada infrastruktur saja. Kita enggan, atau lupa, atau tak mau tahu alasan psikologis-kultural sebagian masyakarat Papua yang sudah tak nyaman berada dalam genggaman Republik ini.

Kita abai mempelajari tradisi, mentalitas, dan pola hidup masyarakat Papua. Padahal, itulah kata-kata kuncinya, dan itu semua terangkum dalam mitologi-mitologi mereka. Sayangnya pula, kita yang mengaku orang modern menganggap mitologi atau mitos itu cuma cocok bagi anak-anak sebagai acuan moral saja (agar disebut “cinta tanah-air”). Sementara, para orangtua menyibukkan diri dalam majelis-majelis keagamaan, mendengarkan kotbah kotbah yang temanya justru memusuhi tema tema dalam mitos mitos yang ada di Nusantara ini. Ironis! Mereka cuma bilang serampangan: mitos kan peninggalan masyarakat “animisme” dan “dinamisme”, kaum “penyembah berhala”. Padahal, agama pun, dalam beberapa hal, juga mitos!  



Tersebutlah Fumeripits, turun dari puncak pegunungan (bisa dibaca: langit) dengan memakai perahu lesung menyusuri sebuah sungai yang berhulu di pegunungan tersebut. Saat menuju hilir, di tengah perjalanan Fumeripits  diserang seekor buaya besar. Perahu lesung yang ditumpanginya tenggelam. Meski si buaya dapat dibunuh olehnya tapi Fumeripits  terluka parah dan terbawa arus sungai hingga terdampar di tepi Sungai Asewets di Desa Syuru. Tiba-tiba datang seekor burung Flaminggo dari langit dan merawat Fumeripits  hingga sembuh kembali.

Di tepian sungai itu Fumeripits membangun rumah yew (rumah adat) lalu mengukir sepasang patung dari kayu serupa lelaki dan perempuan. Ia pun membuat genderang em yang sangat keras bunyinya, lalu menari-nari sambil diiringi tetabuhan genderang, sambil mengelilingi kedua patung buatannya. Saat menari, daya-daya gaib muncul dari tubuhnya dan membuat kedua patung itu hidup dan menjadi manusia. Kedua manusia dari kayu itu pun kawin dan menjadi leluhur orang Asmat.

Dalam mitos ini jelas Fumeripits  merupakan sosok paradoks. Ia manusia sekaligus bukan manusia. Ia pun berjenis kelamin lelaki. Bukan dewa atau jelmaan Tuhan, karena ia pun terluka dan hampir mati. Namun ia pun bukan manusia karena bisa menghidupkan kedua patung ciptaannya. Fumeripits berkualitas paradoks: imanen sekaligus transenden alias utusan langit sekaligus penghuni bumi. Ialah medium penyatu langit dan bumi bagi dunia orang Asmat. Dalam mitos ini episode Fumeripits terbagi dua.

Pertama, saat ia terluka diserang oleh buaya di tengah perjalanan. Ia mati oleh makhluk yang hidup di bumi/sungai. Kedua, saat ia ditolong oleh burung Flaminggo dari langit. Kematian buaya di bumi dan kesembuhan (bisa dibaca: kehidupan kembali) Fumeripits atas pertolongan burung dari Langit memungkinkan munculnya kehidupan yang diwakili mewujudnya kedua patung kayu menjadi sepasang suami-istri, nenek moyang Asmat. Di sini, langit (yang diwakili sosok burung) begitu sakral-transenden, sementara sungai/bumi bernilai profan-imanen.

Mitos ini pun memperlihatkan sikap paternalistik yang cukup kuat pada masyarakat Asmat. Dari sosok Fumeripits yang berkelamin lelaki inilah, nenek moyang Asmat tercipta. Juga bahwa mitos ini mengajari orang Asmat bahwa pohon-pohon yang ada di sekitar mereka adalah “saudara” mereka sendiri. Penghormatan terhadap pohon-pohon itu mengakibatkan suku Asmat terkenal dengan ukiran-ukiran kayunya yang elok.

Masih banyak lagi mitologi yang tersebar di segenap penjuru Nusantara, hingga pulau pulau terpencil. Dan kita akan kaget sendiri, betapa “proses kejadian” alam semesta dalam mitos mitos tersebut sebagian berbeda dengan kisah kisah genesis yang selama ini kita, para penganut agama Ibrahim, yakini. Indonesia ini multietnis. Penyeragaman justru awal petaka—namun kita selalu saja bersikap angkuh, merasa keyakinan atau “mitologi”-nya yang paling sahih.


Ojel, 22 Agustus 2019

 ==
foto: patung Fumeripits dari Asmat
sumber foto: wikipedia 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar